SNACK JAGUNG TITI DI NTT

Jagung masih menjadi bahan pangan utama di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Jagung yang dibudidayakan di NTT sebagai bahan pangan, umumnya jagung putih. Meskipun tingkat produktivitasnya rendah, rasa jagung putih lebih enak dibanding dengan jagung kuning pakan ternak. Selain itu, jagung kuning tidak mungkin diolah menjadi jagung titi, menu yang sangat populer di NTT. Di provinsi kering ini, jagung putih dibudidayakan di ladang. Pola perladangan di NTT, masih dilakukan dengan cara menebas pohon dan belukar di lahan, membakarnya, kemudian ketika hujan mulai turun pada bulan November atau Desember, mereka mulai menugal dan menebar biji jagung.

Bersamaan dengan jagung, para petani di NTT juga menebar padi ladang, menanam singkong, keladi, serta tanaman sayuran lainnya di lahan yang sama. Hujan di NTT hanya akan turun selama tiga bulan. Selanjutnya NTT akan mengalami musim kemarau selama sembilan bulan. Namun pola tanam dengan menebas lahan, membakar dan menugal, hanya dilakukan di kawasan yang hanya mengandalkan hujan. Sebab beberapa kawasan di NTT, juga sangat basah, karena adanya sumber air (sungai) maupun tanah yang lembap (basah). Sebagian besar kelembapan ini berasal dari angin selatan dari Antartika dan Lautan Hindia, yang sangat dingin dan basah.

Di Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende, dan Flores Timur (Flores), Kabupaten  Timor Tengah Selatan (TTS – pulau Timor), juga di beberapa tempat di Sumba, ada sungai yang mengalir sepanjang tahun. Hingga di kawasan ini juga ada sawah yang berpengairan teknis. NTT adalah provinsi yang terdiri dari tiga pulau besar, yakni Timor Barat, Flores, dan Sumba. Selain itu masih ada pulau yang lebih kecil yakni Alor, Pantar, Lembata, Adonara, Solor, Rote, Semau, Sabu, Rinca, dan Komodo. Pulau-pulau kecil lain berjumlah ratusan, dan tersebar di sepanjang Komodo, Flores, sampai Alor. Pulau-pulau di NTT semuanya terdiri dari pegunungan serta gunung api aktiv, yang langsung muncul dari laut.

# # #

Pola pertanian dengan menebas lahan, bukan berarti warga NTT adalah peladang liar (perambah hutan). Sebab lahan yang mereka garap adalah lahan sendiri (tanah adat), yang sudah mereka olah secara turun-temurun. Setelah jagung dan padi ladang dipanen, lahan tersebut akan mereka hijaukan lagi dengan berbagai tanaman agar kembali menjadi subur, sebelum ditebas lagi lima atau 10 tahun kemudian. Biasanya mereka menghijaukan lahan dengan lamtoro, gamal, kaliandra, serta tanaman keras lainnya. Kalau lahan itu dihijaukan dengan kemiri, mete, atau kakao, maka selanjutnya akan dijadikan kebun tanaman keras, yang tidak akan ditebas lagi menjadi ladang.

Hasil panen jagung disimpan oleh para petani di ladang, maupun dalam lumbung di dekat rumah. Cara menyimpan jagung di NTT sangat unik. Tongkol jagung dibiarkan tetap berkelobot (berkulit). Sebagian kelobotnya diangkat untuk diikatkan pada sebuah tonggak (tiang), hingga tongkol jagung itu akan membentuk untaian meninggi atau gunungan yang cukup besar. Gunungan jagung ini dibiarkan berada di tempat terbuka di ladang. Petani baru akan mengambil jagung untuk dibawa pulang secukupnya guna dikonsumsi. Meskipun ditaruh di tempat terbuka, jagung ini tidak akan rusak atau menurun kualitasnya, karema tetap berada dalam kelobot. Jagung akan mudah rusak kalau sudah dikupas dan dipipil.

Jagung yang disimpan dalam lumbung di dekat rumah, juga diikat, kemudian ditumpuk dalam ruang lumbung. Lumbung jagung dan padi, umumnya berupa bangunan kecil berbentuk panggung, beratap ilalang, dan berdinding bambu. Tongkol jagung ini tahan disimpan lebih dari satu tahun, dan sebagian akan digunakan sebagai benih pada penanaman berikutnya. Kalau tongkol jagung masih terlalu basah, maka akan dilakukan pengasapan.  Hingga selain karena udara panas, tongkol tersebut juga akan terawetkan oleh asap. Tongkol jagung yang juga diasapi, akan tahan disimpan lebih dari satu tahun.

Jagung di NTT dikonsumsi dengan ditumbuk kasar menjadi sebesar butiran beras, atau ditepungkan. Beras dan tepung jagung ini akan dimasak seperti halnya memasak nasi beras. Baik dimasak secara tunggal, maupun dengan dicampurkan pada beras. Namun kadang-kadang tepung jagung ini juga akan dibuat bubur atau kue. Sekarang mulai dibudidayakan pula jagung kuning, untuk dikonsumsi manusia, meskipun masyarakat NTT tetap akan lebih memilih jagung putih dibanding jagung kuning pakan ternak. Selain digunakan sebagai makanan pokok, jagung putih NTT juga diproduksi sebagai snack berupa berondong dan terutama emping.

# # #

Emping jagung di NTT, terutama di Flores, sangat populer sebagai snack yang disebut jagung titi. Titi artinya pukul. Sebab proses pembuatan jagung titi dengan cara dipukul, seperti halnya pembuatan emping melinjo. Mula-mula tongkol jagung dikupas kelobotnya, kemudian dipipil. Butir jagung pipilan ini disangrai (digoreng tanpa minyak), dalam wajan gerabah. Dalam keadaan panas, butiran jagung diangkat, ditaruh di atas batu dan ditumbuk satu-satu dengan palu sampai pipih. Beda dengan emping melinjo yang harus ditumbuk berulangkali, jagung titi cukup ditumbuk sekali dan akan langsung menjadi pipih.

Hasil tumbukan jagung titi ini kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan atau dijemur. Meskipun hanya dengan diangin-anginkan, jagung titi akan langsung kering, karena udara NTT yang panas. Hasil produksi jagung titi tidak bisa disimpan lama, tanpa wadah yang rapat, sebab akan mudah terserang hama bubuk. Namun penyimpanan jagung titi jarang dilakukan, karena hasil produksi akan terserap oleh pasar, untuk langsung dikonsumsi. Di pasar-pasar tradisional di NTT dengan mudah bisa kita jumpai jagung titi dalam kemasan satu kantung kresek kecil. Di pasar tradisional ini, jarang sekali digunakan timbangan. Hingga jagung titi, keladi, singkong, sayuran atau buah-buahan hanya dipasarkan dengan cara dionggokkan, atau dikemas dalam kantung kresek.

Jagung titi masih harus digoreng dengan minyak, seperti halnya emping. Setelah itu bisa dikonsumsi langsung sebagai snack, bisa pula dengan terlebih dahulu ditambah gula, garam, dilumuri mentega atau dibiarkan tetap tawar. Jagung titi juga bisa dikonsumsi sebagai sarapan, dengan memasukkannya ke dalam susu. Ini sama dengan sarapan serealia di negeri maju. Namun di NTT, jagung titi masih belum dikonsumsi sebagai sarapan, dengan menceburkannya ke dalam susu. Sebab susu merupakan komoditas yang masih sangat langka. Hingga di provinsi ini, makan jagung titi, biasanya cukup ditemani oleh kopi flores yang pahit, dengan tuak atau moke. (R) # # #

Leave a comment