STOK BERAS SELAMA PANDEMI CORONA

Masyarakat kota besar Indonesia khawatir, wabah corona belakangan ini akan berdampak ke kekurangan pangan. Itu tampak dari nafsu memborong bahan pangan sebagian masyarakat menengah dan atas kota besar di Indonesia.

Kekhawatiran itu tidak berdasar, sebab konsumsi pangan nasional selama wabah corona, justru turun. Selain rumah tangga, produk pangan juga diserap restoran, hotel, penyelenggara rapat, seminar, pameran dan pesta. Makanan yang disajikan di restoran, hotel, rapat, seminar, pameran dan pesta, sebagian terbuang. Karena selama wabah corona kegiatan ini terhenti, bahan pangan yang terbuang juga tidak ada. Konsumsi beralih ke rumah tangga, yang relatif tidak banyak membuang makanan. Jadi sebenarnya konsumsi bahan pangan justru menurun selama terjadi wabah corona.

Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat produksi gabah Indonesia 2018 sebesar 83.037.000 ton kering panen; setara dengan 59.200.000 ton kering giling dan akan menjadi 33,94 juta ton beras. Produksi gabah nasional 2019 turun dibanding 2018, menjadi hanya 76.588.500 ton kering panen; setara dengan 54.600.000 ton kering giling, dan akan menjadi 31.310.000 ton beras. Meskipun tahun 2019 produksi beras nasional turun, Indonesia masih punya sisa stok sebesar 1.530.000 ton. Produksi beras nasional 2020 ditargetkan sebesar 33.920.000 ton.

Perkiraan konsumsi beras nasional 2020 sebesar 30.250.000 ton. Naik 650.000 ton dibanding konsumsi 2019 sebesar 29.600.000 ton. Ditambah dengan sisa stok 2019, stok beras nasional kita cukup. Surplus ini diprediksi sebelum adanya wabah corona. Setelah terjadi wabah, diperkirakan surplus akan semakin besar, mengingat konsumsi beras di restoran, hotel, lokasi rapat, seminar, pameran, dan pesta; akan beralih ke rumah tangga, yang diasumsikan lebih hemat. Dengan data tersebut, masyarakat menengah ke atas tidak perlu khawatir akan adanya kekurangan pangan, khususnya beras.

Impor Beras

Meskipun produksi turun sementara konsumsi tetap; tahun 2019 Indonesia surplus beras karena impor tahun 2018 cukup besar. Badan Pusat Statistik mencatat impor beras Indonesia tahun 2018 sebesar 2.253.824,5 ton; dengan nilai 1.037.128.400 dollar AS. Dengan kurs Rp 14.000 per 1 dolar AS, nilai impor beras kita 2018 sebesar Rp 1.499.797.600.000 (Rp 1,4 triliun). Ditambah lagi tahun 2019 kita masih impor beras sebesar 444.508,8 ton dengan nilai 184.254.100 dolar AS (Rp 257,9 miliar). Dengan kondisi seperti ini, tahun 2020, Perum Bulog tidak akan mengimpor beras lagi.

Sebenarnya tahun 2019, sudah ada beda pendapat antara Bulog dengan Kementerian Perdagangan. Bulog tak akan mengimpor beras, sementara Kementerian Perdagangan menginginkan impor beras. Sebagai kompromi, Bulog mengimpor 444.508,8 ton. Padahal dari sisa stok 2019 sebesar 1.530.000 ton itu, yang 900.000 ton merupakan sisa stok beras impor tahun 2018. Setelah lewat 1 tahun, biasanya Bulog akan “membuang” sisa stok beras itu. Biasanya beras stok lama itu dijual murah sebagai pakan ternak. Impor beras untuk pasar khusus, misalnya beras Jepang, Basmati, Thai Jasmine dll. tetap dilakukan oleh para importir dalam skala kecil.

Meskipun produksi beras nasional melebihi target, kadang Bulog tetap harus impor sebagai cadangan nasional (cadangan beras pemerintah, CBP). Volume CBP Bulog berkisar antara 750.000 sampai dengan 1.500.000 ton per tahun. Selain untuk menjamin adanya CBP, Bulog juga bertugas untuk menyerap gabah petani, saat harga jatuh. Tetapi ketika harga bagus, umumnya petani tak mau melepas gabah mereka ke Bulog, yang masih membeli dengan harga pembelian pemerintah (HPP). Tahun 2020 ini HPP gabah di tingkat petani ditetapkan pemerintah sebesar Rp 4.200 per kilogram.

Antara Gandum dan Umbi-umbian

Selama pandemi corona, konsumsi mi instan juga naik tajam. Mereka yang biasa makan di kantin dan warung, ketika berada di rumah cenderung untuk mengonsumsi mi instan. Terutama mereka yang selama ini tak terbiasa memasak nasi. Di pasar-pasar swalayan, tampak rak mi instan yang kosong karena kehabisan stok; atau ada tumpukan menggunung di luar rak setelah datang pasokan baru. Rak beras juga sama. Ada yang kosong, dan ketika pasokan datang tampak tumpukan di luar rak. Ini menandakan beralihnya konsumsi beras dari warung dan restoran dekat perkantoran dan sekolah, ke rumah tangga.

Mi instan terbuat dari tepung gandum. Impor gandum Indonesia tahun 2018 sebesar 10.096.299,2 ton; senilai 2.570.951.500 dolar AS (Rp 35,9 triliun). Tahun 2019 naik menjadi 10.692.978 ton senilai 2.799.261.000 dollar AS (Rp 39,1 triliun). Ada kekhawatiran impor gandum kita akan tersendat, karena sampai saat tulisan ini dibuat, kasus corona dan meninggal di AS paling banyak. Untunglah impor gandum kita tak hanya bergantung ke AS. Tahun 2019 Indonesia mengimpor gandum dari 11 negara. Terbesar dari Ukraina 2.991.812,1 ton; kedua Kanada 2.439.293,5 ton; ketiga Argentina 1.952.499,6 ton, keempat AS 1.258.254,6 ton dan kelima Australia 891.387,2 ton.

Saat ini Indonesia tercatat sebagai importir gandum terbesar di dunia. Sebab komoditas ini tak mungkin dibudidayakan di kawasan tropis. Memang ada gandum tropis yang dibudidayakan di India, China dan Meksiko, tetapi di kawasan dengan suhu udara tinggi dan kelembapan rendah. Ada harapan, pasca pandemi corona, masyarakat menengah dan atas Indonesia akan pelan-pelan kembali mengonsumsi umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat alternatif pengganti gandum. Ini merupakan peluang yang cukup baik, mengingat nilai impor gandum yang tahun 2019 hampir menyentuh angka Rp 40 triliun. # # #

Artikel pernah dimuat di Tabloid Kontan
Foto F. Rahardi

Leave a comment