AGROINDUSTRI KAYU DAN PEMANASAN GLOBAL

Agroindustri berbahan kayu, menghasilkan variasi produk yang sangat beragam. Mulai dari kayu bahan bangunan, meubel, kayu lapis, sumpit, tangkai korek api, barang kerajinan, pulp (bubur kertas), rayon (serat sintetis), arang, cuka kayu, minyak asiri, sampai ke methanol. Dengan variasi penggunaan yang demikian luas, maka kayu menjadi komoditas bisnis yang sangat menarik. Ini semua telah mengakibatkan hutan tropis (hutan alam), dieksplorasi habis. Selain untuk diambil kayunya, eksplorasi hutan juga bertujuan untuk membuka perkebunan, untuk lahan pertanian, pemukiman dan jalan.

Di lain pihak, pembakaran bahan bakar fosil, baik untuk energi listrik maupun transportasi, telah mengakibatkan polusi udara luar biasa. Terjadilah efek “rumah kaca”. Panas matahari yang ditangkap atmorfir, akan tetap tinggal dalam jangka waktu cukup lama. Hingga kemudian suhu atmosfir mengalami kenaikan. inilah yang populer dengan sebutan pemanasan global. Selain faktor penggunaan bahanbakar fosil, pemanasan global juga dipico oleh rusaknya hutan, terutama hutan hujan tropika basah. Rusaknya hutan ini, disebabkan oleh adanya permintaan bahan kayu untuk agroindustri.

Namun permintaan komoditas kayu sebagai bahan agroindustri, sebenarnya merupakan peluang bisnis yang cukup menarik. Setelah negara-negara pengimpor produk kayu sepakat menerakpan ketentuan ekolabeling, maka peluang budidaya kayu untuk mamasok agroindustri menjadi sangat terbuka. Kayu albisia yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bangunan murah-meriah, sekarang menjadi bernilai ekonomis tinggi. Demikian juga dengan kayu karet dan kelapa. Ini semua merupakan akibat dari permintaan kayu yang akan terus meningkat di waktu mendatang.

# # #

Kayu dengan nilai paling tinggi, terutama disebabkan oleh tingkat kekerasan, kekuatan, keawetan, dan kemudahan pengerjaannya. Sebag tidak semua kayu memiliki empat hal ini. Kayu yang memenuhi persyaratan ini adalah jati (Tectona grandis); eben (ebony, kayu hitam, Diospyros celebica); ulin (kayu besi, Eusiderxylon zwageri); dan sonokeling (Dalbergia latifolia). Selain itu masih ada kayu yang menghasilkan minyak dengan nilai sangat tinggi, hingga nilai kayu itu juga menjadi sangat tinggi. Misalnya cendana (Sandal Wood, Santalum album),  dan gaharu (aloeswood, Aquilaria malaccensis dan A. agallocha).

Kayu yang menghasilkan lateks dan resin adalah karet (Hevea brasiliensis); pinus (Pinus merkusii); kosambi (Schleichera oleosa); kamper (Cinammomum camphora); damar (Agathis dammara); dan kemenyan (Styrax benzoin). Ada pula tanaman yang nilai ekonomis kulitnya, justru lebih tinggi dari kayunya. Misalnya kayu manis (Cinamomum burmani); dan akasia gunung (Acacia decurrens). Kayu yang dibudidayakan hanya melulu untuk dimanfaatkan kayunya, selain jati, eben, ulin dan sanakeling adalah albisia (sengon, jeungjing, Falcataria moluccana, Albizzia falcata, Albizia moluccana); akasia, (Acacia mangium); mahoni (Swietenia mahagoni); waru (Hibiscus tiliaceus); Gamelina (Gmelina arborea); mindi (Melia azedarach); dan balsa (Ochroma lagopus, O. pyramidale).

Tumbuhan penghasil kayu yang fungsi utamanya sebagai peneduh jalan serta taman antara lain angsana (Pterocarpus indicus); flamboyan (Delonix regia); mimba (Azadirachta indica); salam (Syzygium polyanthum); dan trembesi (Pipturus nicanus). Petai cina atau lamtoro (Leucaena leucocephala); kaliandra (Calliandra calothyrsus); dan gamal (Gliricidia maculata), adalah tanaman peneduh di perkebunan, yang sekaligus juga menghasilkan kayu. Terutama untuk kayu bakar. Sawo durian (Chrysophyllum cainito) rambutan (Nephelium lappaceum); nangka (Artocarpus heterophyllus), dan sawo manila (Achras zapota); adalah tanaman buah-buahan, yang kualitas kayunya cukup baik.

Kayu yang bernilai ekonomis, ternyata berkembang tidak hanya terdiri dari yang keras, kuat, awet dan mudah dikerjakan. Kayu lunak seperti kapuk randu (Ceiba pentandra), dan pulai (Alstonia scholaris); juga mulai disenangi konsumen, karena putih, teksturnya halus, ringan, dan mudah dikerjakan. Agar kayu lunak ini bisa memiliki kekuatan, maka bahan ini dibuat kayu lapis, dengan proses pengepresan. Hingga terciptalah partisi yang ringan, putih, halus dan sekaligus kuat. Kayu kapuk dan pulai, sebenarnya hanya merupakan substitusi dari gamelina, albisia dan balsa. Sebab kayu jenis ini sama-sama ringan, putih, dan bertekstur halus.

# # #

Kayu bakau (Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. Conjugata); api-api (Avicennia officinalis, A. alba, A. marina), tergolong memiliki tingkat kekerasan, kekuatan. dan juga keawetan tinggi. Namun kayu ini sulit dikerjakan (liat). Kayu yang berkarakter demikian antara lain sawo durian, rambutan, dan akasia gunung. Kayu yang keras, kuat, dan awet, tetapi sulit dikerjakan, paling banyak dimanfaatkan untuk bahan arang. Bakau, akasia gunung, dan rambutan adalah kayu penghasil arang kualitas terbaik. Arang kayu tidak hanya komoditas bahan bakar, melainkan juga bahan karbon aktif, dan media tanam anggrek. Karena nilai ekonomisnya yang tinggi, pembabatan bakau secara sangat intensif, hingga terjadi perusakan hutan mangrove.

Dunia, saat ini benar-benar kekurangan kayu. Kebutuhan pulp dan rayon, yang terus meningkat, telah mengakibatkan kebutuhan kayu juga terus naik. Sementara peningkatan budidayanya tidak pernah seimbang dengan peningkatan kebutuhan. Harga kayu-kayu kualitas tinggi seperti jati, ulin dan eben, menjadi lebih tinggi dibanding besi, aluminium, bahkan juga dengan beton sekalipun. Ini merupakan hukum pasar yang wajar. Kalau permintaan tinggi, sedangkan pasokan rendah, maka harga akan melambung. Setelah berbagai jenis kayu menjadi laku di pasaran, maka kayu kelapa (Cocos nucifera), dan juga aren (enau, Arenga pinata), tiba-tiba juga menjadi bahan meubel dan bangunan dengan nilai tinggi.

Sebenarnya, kayu sawit pun juga masih memiliki nilai ekonomis. Kayu, dan pelepah sawit bekas tebangan untuk peremajaan, paling layak untuk bahan pulp atau MDF (Medium Density Fibre). Namun biaya pengumpulan (transportasi) dari kebun yang terpisah-pisah, mengakibatkan pengolahan potensi ini masih terhambat. Kendala ini, sebenarnya bisa diatasi dengan proses pengempaan (pengambilan air) batang, tandan buah kosong (TBK), dan pelepah sawit. Setelah diambil airnya, pengangkutan limbah ini menjadi lebih murah. Air batang, TBK, dan pelepah sawit, selanjutnya bisa diolah menjadi methanol, yang sekang ini nilai ekonomisnya membaik.

Jepang, Korea, dan RRC, memiliki andalah bambu sebagai penghasil kayu untuk berbagai keperluan. Mulai dari bahan bangunan, meubel, anyaman, sayuran (rebungnya), sampai ke bahan sumpit serta pulp. Indonesia, sebenarnya memiliki ragam bambu lebih banyak dibanding RRC, Korea dan Jepang. Namun di negeri ini bambu masih belum lazim dibudidayaan. Padahal keuntungan berkebun bambu sama dengan berkebun pinus, karet, kelapa, dan kenanga. Setelah dipetik hasil utamanya, pada waktu peremajaan masih bisa diharapkan kayunya.

# # #

Bambu yang nilai ekonomisnya paling baik antara lain ater (Gigantochloa atter); betung (Dendrocalamus asper); duri (Bambusa blumeana); dan hitam (Gigantochloa atriviolacea).  Bambu yang dibudidayakan di RRC, terutama untuk dipanen rebungnya. Tidak semua rebung dipanen, hingga satu rebung kan tumbuh menjadi bambu. Kalau bambu muda sudah tumbuh, maka bambu tua ditebang untuk dimanfaatkan kayunya. Budidaya pinus, dan karet sebenarnya juga bukan untuk diambil kayunya. Sebab pinus menghasilkan resin, sementara karet dipanen disadap lateksnya. Namun setelah tanaman ini tidak produktif, masih bisa diharapkan kayunya.

Sebenarnya tumbuhan yang “murni” hanya menghasilkan kayu, hampir tidak ada. Akasia mangium misalnya, memang hanya menghasilkan kayu. Namun pekebun yang jeli, masih bisa memetik manfaat dari hasil polen serta madunya. Volume polen pada tanaman akasia sedemikian besarnya, hingga memelihara lebah di hutan akasia menjadi sangat menguntungkan. Waru, mindi, dan albisia, sepintas hanya akan menghasilkan kayu. Namun daun tumbuhan ini, merupakan pakan ternak, terutama kambing, dengan nutrisi tinggi. Hingga hutan albisia, waru, dan mindi akan lebih menguntungkan apabila disertai dengan usaha peternakan kambing.

Agroindustri kayu, jelas merupakan bisnis yang prospeknya sangat cerah, dengan resiko yang tidak besar. Namun kita jangan mengharap hasil budidaya albisia meisalnya, hanya dari kayunya. Sebab di bawah tegakan itu masih bisa dibudidayakan rumput, empon-empon, dan lain-lain komoditas yang menguntungkan. Ternak kambing, dan lebah yang dipelihara bersmaan dengan hutan albisia serta akasia, juga merupakan alternatif tersendiri. Dan secara ideal, budidaya kayu merupakan upaya untuk meredak pemanasan global. Sebab tanaman semusin, setiap kali akan dibongkar. Sementara tanaman kayu baru akan ditebang setelah mencapi umur puluhan tahun. (R) # # #

Leave a comment