AGROINDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

Di daerah saya, banyak peternak kelinci potong. Kulit kelinci tersebut dipentang, dikeringkan, dan hanya digunakan untuk bahan kerajinan. Tetapi saya dengar, kulit kelinci juga bisa disamak diolah, hingga harga jualnya lebih tinggi. Apakah teknik penyamakan kulit bisa dilakukan oleh para peternak sendiri? (Marginata, Bandung)

Sdr. Marginata, kulit kelinci termasuk yang bisa disamak, dan banyak diperlukan untuk industri sarung tangan, dan bahan lain yang memerlukan kulit tipis. Selain kulit kelinci, yang biasa disamak adalah kulit kambing, domba, sapi, kerbau, kuda, buaya, ular, dan burung unta. Kulit yang akan disamak, tidak perlu dipentang dan dikeringkan, seperti untuk kerajinan berikut bulunya (topi dan lain-lain). Kulit segar itu cukup direndam dalam larutan garam, hingga tidak rusak akibat pembusukan (tercemar bakteri, dan jamur).

Kemudian bagian kulit yang ditumbuhi bulu, dilumuri Calcium hydroxide [Calcium Hydrosulfide, Ca(OH)2], atau bahan lain seperti Sodium sulfide (Na2S.9H2O), Sodium Hydroxide (NaOH), Sodium Hydrosulfite (Sodium dithionite, Na2S2O4), Arsenic sulfide (As2S3), Dimethyl Amine [(CH3)2NH], Sodium Sulphydrate (Sodium hydrosulfide, NaHS). Bahan-bahan ini merupakan perontok bulu, dan juga bahan keras lain dari kulit. Misalnya lapisan zat tanduk pada kulit buaya dan ular.

Jenis bahan kimia yang digunakan, tergantung jenis bulu dan zat tanduk pada kulit. Perontokan bulu pada industri penyamakan kulit modern, dilakukan dengan menggunakan mesin perontok bulu. Pada penyamakan kulit skala rumah tangga, perontokan bulu masih dilakukan secara manual dengan pengerokan. Kulit yang sudah hilang bulunya, direndam air bersih selama enam jam sampai dua hari untuk menetralkan garam, dan zat kimia lainnya. Setelah itu baru masuk tahap taning (penyamakan, pemberian zat tanin).

Agar selama perendaman kulit tidak tercemari kapang (jamur), dan bakteri, ke dalam air rendaman bisa ditambahkan biosida seperti pentachlorophenol (C6HCl5O). Setelah kulit benar-benar terbebaskan dari garam, dilakukan proses taning (pemberian zat tanin). Pada jaman purba proses perontokan bulu menggunakan urine manusia, sementara taningnya menggunakan kotoran dan otak hewan, hingga menimbulkan bau yang luar biasa. Sekarang, bahan tanin terdiri dari material tumbuhan, bisa pula berupa zat kimia (mineral).

Bahan tanin alami berasal dari kulit kayu akasia gunung (Acacia decurrens), dan bakau (Rhizophora Sp). Bahan mineral (kimia) antara lain Chromium (Cr – 24), dan Chromium sulfate, Chromium (III) sulfate, (H24Cr2S3O24). Proses taning dengan Chromium, lebih cepat dibandingkan dengan bahan penyamak kulit akasia dan bakau. Dengan Cromium, waktu penyamakan bisa kurang dari sehari, dengan hasil penyamakan yang lebih baik dibanding menggunakan kulit akasia dan bakau.

Di Indonesia, taning penyamakan kulit, masih lebih banyak yang menggunakan kulit akasia dan bakau, karena faktor ekonomis. Setelah proses taning, kulit harus dikeringkan sambil diratakan lembaran-lembarannya. Secara tradisional, proses pengeringan dilakukan dengan penjemuran, dan terpisah dari proses perataan lembaran. Pertama kulit dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa zat tanin, baik tanin alam maupun kimia. Setelah itu kulit basah ditiriskan (digantung), kemudian dijemur sampai kering.

Setelah kering, kulit diratakan dengan menyeterikanya, atau mengepresnya. Dalam industri penyamakan modern, pengeringan dan perataan kulit dilakukan serentak, dengan melewatkan kulit basah pada alat pengering, sekaligus pengepres. Kulit yang sudah kering dan rata, tinggal dirapikan (dipotong) bagian pinggirnya, dipacking, dan dikirim ke pabrik sepatu, tas, dan lain-lain. Kulit kelinci banyak diperlukan untuk produk yang memerlukan kulit tipis, dan lembut, dengan luas lembaran yang tidak terlalu lebar.

Penyamakan menggunakan tanin kulit kayu, menghasilkan kulit kering berwarna kecokelatan. Apabila penyamakan menggunakan cromium, hasilnya kulit samakan berwarna kebiru-biruan. Bagian luar kulit yang dulunya ditumbuhi bulu, atau sisik, bisa dibiarkan sesuai dengan warna aslinya, terutama warna cokelat tanin kulit kayu. Warna asli kulit ini bisa dikilapkan dengan pernis, bisa pula tetap dibiarkan tetap pada keadaan aslinya. Bagian luar kulit ini bisa pula diberi warna sesuai dengan kebutuhan.

Agroindustri penyamakan kulit kelinci, bisa dilakukan dalam skala rumah tangga, bahkan juga mikro (sangat kecil). Misalnya seorang pedagang sate kelinci rata-rata per hari memotong 10 ekor. Maka dalam seminggu, akan terkumpul 70 lembar kulit kelinci. Kulit segar itu bisa langsung direndam dalam larutan garam, dan baru disamak seminggu sekali. Bisa pula para pedagang sate kelinci itu bergabung dalam koperasi, hingga koperasi itulah yang mengerjakan penyamakan kulit secara kolektif.

Namun Sdr. Marginata, harga kulit kelinci samakan, belum tentu lebih tinggi dibanding harga kulit mentah yang sudah terpentang dan dikeringkan. Terutama pada kelinci Rex, Kashmir, dan lain-lain yang berbulu panjang. Sebab kelinci jenis ini memang dipelihara untuk dimanfaatkan bulunya. Pemanfaatan bulu itu bisa sebatas hanya bulunya (tanpa kulit), tetapi bisa pula berikut kulit mentahnya. Selama ini, para perajin topi, tas, dompet, dan lain-lain di sentra peternakan kelinci, memang memanfaatkan kulit kelinci mentah, berikut bulunya. * * *

Leave a comment